Minggu, 04 Mei 2025

Pengalaman Mistis Letda Soehari di Barongan

 Pengalaman Mistis Letda Soehari di Barongan 

( Kejadian 23 September 1948 )

_Editor,  furqonws / ardhityafw@gmail.com_


Kisah ini terjadi pada tahun 1948, sewaktu Bulan September. Pada waktu itu, aku ditugaskan sebagai salah satu kepala seksi penjagaan peralatan dan barang barang Angkatan Perang (seperti senjata dan amunisi) yang sebelumnya dipindahkan dari Kota Jogja ke gudang yang berlokasi di areal bekas Pabrik Gula Barongan, Jetis, Bantul. Ruanganku bekerja pun berada di bekas kantor pabrik yang berada di selatan sendiri dan tentunya berdekatan dengan gudang penyimpanan. Di sini aku memiliki bawahan yang bernama (sebut saja) Sersan Mayor Sumadi yang tidur sekamar denganku. Selain itu ada juga tenaga harian sipil bernama (sebut saja) Pak Songgolo dan Pak Kromo yang berasal dari daerah sekitar gudang.

Waktu itu pagi hari tanggal 23 September 1948, Serma Sumadi izin pamit kepadaku untuk ke Kota Jogja demi menonton sandiwara Bintang Timur yang sedang berjalan di Alun Alun. Karena aku rasa memang bawahanku itu sudah lama tidak "libur" maka kuberikan saja izin itu kepadanya. Imbasnya, aku langsung menyuruh Pak Kromo untuk menemaniku tidur di kamar malam nanti, walaupun sejatinya di sekitar gudang juga ada beberapa rekan tentara yang ditempatkan untuk menjaga (tetapi mereka bukan di bawah komandoku).

Pada malam harinya, kebetulan waktu itu malam jumat kliwon, jadilah aku kali ini ditemani oleh Pak Kromo tidur di kamar yang berlokasi dekat gudang ini.

Namun saat jam 8 malam, Pak Kromo izin pamit kepadaku untuk keluar membeli jamu. Sementara Pak Kromo pergi, aku mulai menata kasur untukku tidur. Saat itu belum ada listrik, dan peneranganku hanya berasal dari lampu petromak. Bahkan radio pun tak ada, sehingga suasana di tempatku tidur ini seperti kuburan yang sunyi. Sembari menunggu Pak Kromo kembali, aku memutuskan untuk mengambil mesin tik untuk mengetik surat surat cinta yang kutujukan pada pacarku, seorang pegawai Kantor Pos Jogja.
.
Selesai mengetik surat, kutunggu tunggu juga Pak Kromo namun tak kunjung datang. Kulirik jam dinding juga sudah menunjukan pukul 10 malam. Karena aku sudah mengantuk, maka aku putuskan untuk mencabut kunci kamar lalu kusimpan di bawah kasur. Aku mulai untuk mencoba tidur dan memejamkan mata. Aku terbayang keinginan untuk menonton Sandiwara Bintang Timur bersama pacarku besok saat malam minggu. Namun tiba tiba saja dalam sekejap ada suara seperti barang jatuh di atap atas kamarku. Aku hanya berpikir kalau suara itu adalah suara luwak atau musang yang memang seringkali terlihat di sekitaran gudang. Namun ketika membuka mata, di tengah keremangan cahaya lampu petromak, tampak seperti ada sesuatu yang bergerak gerak di kamarku. Bersamaan dengan itu juga tercium aroma semerbak kembang menyan yang tajam di hidungku. Sesuatu yang bergerak itu berbentuk seperti kain, dan gerakannya juga berputar putar. Akupun mengusap usap mataku, berpikir kalau itu hanya halusinasiku saja. Tetapi nyatanya sesuatu yang bergerak itu masih saja ada, tidak menghilang.
.
Selanjutnya, gerakan putaran benda itu makin kencang... aku perhatikan... di tengah keremangan cahaya lampu petromak... dan lambat laun benda itu mendekat... jelaslah wujud benda itu. Benda itu berwujud KEPALA WANITA... DENGAN RAMBUT PANJANGNYA SAMPAI SEKITAR SATU METERAN... YA... KEPALA SAJA, TANPA BADAN...!!!
.
Dalam sekejap, kepala wanita itu MENGHAMPIRIKU... KE TEMPAT TIDURKU...

Melihat keadaan yang seperti itu, jantungku pun berdegup kencang, keringatku langsung bercucuran. Ingin rasanya berteriak, namun mulutku seperti terkunci. Sejatinya, di bawah bantalku tersimpan pistol jenis FN-38 yang menjadi jatah peganganku. Namun tanganku seperti terkunci, tak bisa bergerak. Akhirnya aku hanya bisa menunggu apa yang bakalan terjadi. Tampak kepala wanita tanpa badan itu TERSENYUM padaku... wajahnya tampak cantik dan tersipu... rambutnya juga terurai panjang yang mestinya menambah kecantikannya. Tapi sayangnya, sosok itu TANPA BADAN...!!! Bau wangi bunga kenanga pun tercium semerbak di hidungku. Sosok itu juga nampak jelas terlihat di dekat lampu petromak. "Mas, aku ora apa apa, arep ngancani kok..." (Mas, aku nggak apa apa, mau nemani kok...) ujar kepala wanita itu padaku.
.
Dan sejurus kemudian, kepala wanita itu berbalik ke arah lampu petromak, dan lantas seperti ditiupnya lampu itu... matilah lampunya. Kamarku pun menjadi gelap mendadak. Dan lalu seperti ada batin yang mengingatkan, aku pun mengucap Asma Gusti Allah, karena aku beragama islam. Dan dalam sekejap, rasanya aku bisa menggerakan kembali badanku. Dengan kekuatan penuh, aku pun bangkit dari kasur untuk berlari keluar. Namun sayangnya sprei yang ada di kasur seperti terlilit di kaki dan dalam keadaan gelap gulita aku berjuang keluar kamar sembari menjatuhkan berbagai macam barang. Namun begitu membuka pintu kamar... klek... terkunci. Aku ingat kalau kunci kamar tadi aku cabut dan kutaruh di bawah bantal. Tapi mestinya harus mencari lagi karena keadaan kamar sudah cukup berantakan. Akhirnya dengan sekuat tenaga aku dobrak pintu kamar... dan berhasil... Keluar kamar, aku masih harus menuju pintu keluar gudang. Kebetulan kamarku ini memang berada di dalam gudang peralatan Tentara Republik Indonesia ( TRI ). Aku mencoba untuk berlari keluar gudang. Namun entah mengapa tiba tiba aku terjatuh, dan setelah itu aku tak ingat apa apa lagi...
.
.
Aku lantas terbangun dengan ditunggui rekan rekan dinasku di gudang senjata itu.

Tak hanya itu, komandanku yang bernama (sebut saja) Kapten Harjono nampak seperti tertawa kecil mengejek sambil melihat keadaanku. Ia hanya berkata kalau aku ditemukan pingsan di gudang oleh Pak Kromo yang datang telat untuk kembali ke kamarku. Karena ia menemukan diriku pingsan, maka ia lantas memanggil para tentara yang sedang berjaga dan memindahkanku ke ruang Kapten Harjono. Aku lantas menceritakan pada komandanku itu kejadian yang aku alami. Namun ia tidak percaya, dan hanya berkata kalau hantu itu tidak ada dan semua hanya bayangan halusinasi tatkala manusia memiliki rasa takut. Padahal kujelaskan juga kalau saat itu aku awalnya sedang tidak memiliki rasa takut karena tengah membayangkan jalan jalan malam minggu esok bersama pacarku. Tapi Kapten Harjono malah bercanda agar aku mengajak "pacar" tanpa badan yang baru mendatangi aku tadi sembari tertawa. "E mbok ya meruhi kowe lho mas..." (E mbok ya memperlihatkan diri ke kamu lho mas...) begitu pikirku menanggapi gurauan Kapten Harjono yang menurutku sama sekali tidak lucu. Tapi berhubung dia komandanku, aku memilih untuk tidak menentang pendapatnya, meskipun dalam hati aku tidak setuju. Yang jelas, sejak kejadian itu aku selalu membaca doa sebelum tidur di kamar itu, lebih lebih saat sendiri. Selesai penjelasan, aku pun bubar kembaki ke kamarku untuk membereskan barang barang yang berantakan ditemani Pak Kromo dan para tentara jaga. Waktu itu sudah lewat tengah malam. Selepas selesai membereskan dan para tentara jaga pergi, aku pun memarahi Pak Kromo karena ia pergi terlalu lama sebelumnya. Ia pun berjanji untuk lebih patuh kepadaku berikutnya. Soal Kapten Harjono yang tidak percaya dengan penjelasanku dan cenderung tidak percaya akan hantu, aku memilih untuk tidak mengambil pusing.
.
.
Namun ternyata benar saja... beberapa hari kemudian, belum ada seminggu sejak aku "didatangi" kepala tanpa badan, aku mendengar kabar kalau Kapten Harjono mendapat pengalaman mistis. Jadi ceritanya, saat itu ia tengah mandi larut malam di kamar mandinya.

Ketika tengah kesekian kali mengambil air dari bak dengan gayung, tiba tiba saja DARI BAK MANDI ADA TANGAN YANG MEMEGANG DAN MENCENGKERAM PERGELANGAN TANGANNYA... Kontan saja Kapten Harjono langsung berlari keluar kamar mandi dalam keadaan masih tidak berbusana. Sejak kejadian itu, barulah komandanku itu percaya kalau hantu memang ada.
.
.
Kejadian mistis lain di bekas pabrik yang menjadi gudang senjata ini dialami oleh teman teman yang kebetulan pada suatu hari mendapat piket jaga malam di areal sisi utara. Untuk menghilangkan rasa bosan, maka mereka pun bermain kartu. Di tengah permainan, tiba tiba salah seorang dari mereka melihat SOSOK TINGGI BESAR YANG BERADA DI DEKAT CEROBONG ASAP PABRIK... Namun entah mengapa sosok itu makin mendekat ke arah mereka... makin dekat... hingga semua yang hadir melihat sosok hitam itu. Satu regu jaga itu pun terkaget dengan kehadiran sosok yang semakin berjalan mendekat itu. Akhirnya salah seorang dari mereka yakni bernama (sebut saja) Kopral Suhandi yang terkenal pemberani lantas mengambil senapan karabennya. Senapan lalu dikokang dan ditembakkan ke arah sosok tinggi besar itu. Sosok itu pun menghilang.
.
.
Kejadian kejadian mistis itu akhirnya membuat komandanku berinisiatif mencari "orang pintar" untuk memindahkan hantu hantu di lokasi tersebut. Akhirnya "orang pintar" pun dipanggil untuk membantu. Dan singkatnya, setelah dilakukan selametan penyediaan barang seperti darah babi, jarum pentil, dan lain sebagainya, tidak ada cerita mistis yang dialami oleh kesatuanku yang ditugaskan di lokasi itu. Setidaknya hingga perang kemerdekaan usai dan kesatuanku ditarik dari lokasi tersebut.
.
.
Daftar Pustaka:

Jagading Lelembut, Majalah Djaka Lodang Edisi 28 September 1991

Instagram / Cerita Horror Jogja

Editor, furqonws / ardhityafw@gmail.com

Jumat, 02 Mei 2025

TABEL SILSILAH KI AGENG SINGOPRONO GUNUNG TUGEL

Silsilah dan Peran Ki Singo Drono dalam Sejarah Perjuangan di Boyolali

*Judul: Silsilah dan Peran Ki Singo Drono dalam Sejarah Perjuangan di Boyolali*

*Abstrak:* Ki Singo Drono, juga dikenal sebagai Singo Handoko, merupakan tokoh penting dalam sejarah perjuangan rakyat Jawa melawan penjajahan Belanda, khususnya di wilayah Boyolali. Ia dikenal sebagai salah satu senopati (panglima perang) Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa (1825–1830). Jurnal ini membahas silsilah keturunan Ki Singo Drono, kontribusinya dalam perjuangan, serta warisan budaya yang ditinggalkannya.

*Pendahuluan:* Sejarah lokal sering kali menyimpan kisah pahlawan yang terlupakan. Ki Singo Drono adalah salah satu dari mereka. Namanya tidak sepopuler tokoh nasional, tetapi di wilayah Boyolali, beliau dikenang sebagai pejuang tangguh dan tokoh spiritual. Penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih dalam tentang asal usul, perjuangan, dan peran Ki Singo Drono dalam sejarah lokal.

*Silsilah Keturunan:* Silsilah Ki Singo Drono menunjukkan hubungan erat antara garis keturunan kerajaan Majapahit dan ulama besar di Tanah Jawa. Berikut adalah struktur silsilah secara lengkap:

Prabu Brawijaya V (Raden Kertabumi) – Raja terakhir Kerajaan Majapahit.

Kyai Ageng Tarub – Keturunan Prabu Brawijaya V, dikenal sebagai tokoh spiritual dan kakek dari para wali.

Kyai Ageng Selo – Cucu Kyai Ageng Tarub, dikenal sebagai tokoh karismatik yang sakti dan dihormati di Tanah Jawa.

Kyai Ageng Pemanahan – Cucu Kyai Ageng Selo, ayah dari Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram Islam.

K.H. Wirowongso – Keturunan dari Kyai Ageng Pemanahan, tokoh ulama di wilayah Kedu-Merbabu.

K.H. Wongsoprono – Anak dari Wirowongso, ulama kharismatik penyebar Islam tradisional di lereng Merapi.

Ki Ageng Singoprono – Anak dari Wongsoprono, ulama dan tokoh spiritual yang menyebarkan Islam di wilayah Boyolali.

Ki Singo Drono (Singo Handoko) – Putra atau cucu dari Ki Ageng Singoprono, dikenal sebagai senopati Pangeran Diponegoro serta tokoh karismatik di masyarakat Boyolali.

Struktur silsilah ini menegaskan bahwa Ki Singo Drono merupakan bagian dari jaringan besar keturunan raja dan ulama di Tanah Jawa, yang tidak hanya berperan dalam bidang keagamaan tetapi juga perlawanan terhadap kolonialisme.

*Peran dalam Perang Diponegoro*: Sebagai salah satu senopati Pangeran Diponegoro, Ki Singo Drono dipercaya memimpin perlawanan rakyat di wilayah Boyolali. Beliau dikenal ahli dalam taktik perang gerilya, membangun komunikasi rahasia antara pasukan Diponegoro di lereng Merapi dan wilayah Solo. Konon, Ki Singo Drono juga dikenal memiliki kemampuan spiritual tinggi yang menjadi kekuatan moral bagi pasukan dan rakyat yang mendukung perlawanan. Ia juga berjasa dalam menyatukan unsur santri dan abangan dalam satu barisan melawan penjajahan.

*Warisan Budaya dan Spiritual:* Ki Singo Drono memiliki pengaruh besar dalam membentuk identitas budaya dan spiritual masyarakat Boyolali. Makamnya yang terletak di Desa Ngegot, Kecamatan Sumber Agung, Boyolali, dikenal dengan nama Makam Rogo Mulya, menjadi tempat ziarah utama. Tradisi haul yang diadakan setiap tahun menjadi momen penting bagi masyarakat untuk mengenang perjuangan dan keteladanan beliau. Acara haul biasanya melibatkan kegiatan kirab pusaka, pementasan wayang, pengajian akbar, dan tahlilan massal. Tradisi ini juga memperkuat solidaritas dan identitas budaya lokal.

*Kesimpulan:* Ki Singo Drono adalah simbol perjuangan dan spiritualitas masyarakat Boyolali. Silsilahnya yang menghubungkannya dengan trah kerajaan Majapahit dan jaringan ulama menjadikannya tokoh yang patut dikenang dan diteladani. Warisan perjuangannya dalam bidang militer dan spiritual memberikan inspirasi bagi pelestarian nilai-nilai budaya dan nasionalisme lokal. Dokumentasi dan pengenalan tokoh lokal seperti beliau harus terus digalakkan sebagai bagian dari pendidikan sejarah dan kebudayaan.

*Daftar Pustaka:*

Damarjati, R. (2021). Sejarah Lokal dan Dinamika Budaya Masyarakat Jawa Tengah. Yogyakarta: Pustaka Jawi.

Raharjo, T. (2020). Perang Jawa dan Perjuangan Pangeran Diponegoro. Surakarta: Balai Pustaka Budaya.

Pemkab Boyolali. (2023). Jejak Ki Ageng Singoprono dan Warisan Budaya Gunung Tugel. Boyolali: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.

Susanto, M. (2019). Silsilah Raja dan Ulama Jawa: Dari Majapahit ke Mataram. Semarang: Warna Citra Nusantara.

Wawancara dengan tokoh adat Desa Ngegot, Sumber Agung, Boyolali (2024).

Nuryanto, H. (2018). Warisan Spiritual di Tanah Mataram. Klaten: Nur Cipta Media.

YouTube: Dokumentasi Haul Ki Singo Drono. Diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=1iUSZwc4FQA

Darah Singoprono, Jiwa Perlawanan: Kisah Ki Singo Drono Sang Pejuang Rakyat

Darah Singoprono, Jiwa Perlawanan: Kisah Ki Singo Drono Sang Pejuang Rakyat

Di tanah subur lereng Merapi, di jantung wilayah Boyolali, tumbuh kisah tentang seorang tokoh yang tak hanya dihormati sebagai pemimpin lokal, tetapi juga dikenang sebagai pejuang sejati. Ia adalah Ki Singo Drono, atau dikenal pula dengan nama Singo Handoko, sosok kharismatik yang menjadi bagian penting dari sejarah perlawanan rakyat Jawa terhadap penjajahan Belanda.

Asal-Usul dan Garis Keturunan

Ki Singo Drono diyakini merupakan putra atau cucu dari Ki Ageng Singoprono, seorang tokoh spiritual dan bangsawan lokal yang memiliki peran besar dalam pembentukan komunitas Islam di wilayah Boyolali dan sekitarnya. Garis keturunan ini menghubungkannya langsung pada trah kebangsawanan dan kepemimpinan adat Jawa yang kuat, di mana perpaduan antara kekuasaan duniawi dan nilai-nilai spiritual menjadi dasar pengabdian terhadap masyarakat.

Masa Muda dan Pembentukan Karakter

Sejak muda, Ki Singo Drono dikenal sebagai pribadi yang tangguh, tekun, dan memiliki pemahaman mendalam terhadap ajaran agama serta adat istiadat Jawa. Didikan keluarga dan lingkungan membuatnya tumbuh menjadi sosok pemimpin alami, yang tak hanya dihormati karena keturunannya, tetapi karena keberaniannya membela yang lemah dan menegakkan keadilan.

Perang Diponegoro dan Peran sebagai Senopati

Tahun 1825 menjadi titik balik besar dalam sejarah Jawa, ketika Pangeran Diponegoro mengobarkan perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Dalam perang yang dikenal sebagai Perang Jawa (1825–1830) itu, Ki Singo Drono memilih bergabung sebagai senopati atau panglima perang. Ia memimpin laskar rakyat dari Boyolali dan sekitarnya, memanfaatkan medan pegunungan dan hutan sebagai basis perlawanan gerilya.

Keberaniannya di medan tempur, kecerdasannya dalam strategi, dan kharismanya dalam memimpin membuat namanya disegani, baik oleh kawan maupun lawan. Ia bukan hanya seorang prajurit, tetapi juga panutan moral bagi pasukannya.

Warisan dan Ingatan Kolektif

Setelah kekalahan Pangeran Diponegoro dan berakhirnya perang, nama Ki Singo Drono tetap hidup dalam ingatan masyarakat. Meski dokumentasi tertulis mengenai dirinya tidak banyak ditemukan dalam catatan sejarah resmi, namun kisahnya tetap lestari dalam babad, cerita rakyat, dan tradisi lisan masyarakat Boyolali.

Ki Singo Drono bukan sekadar tokoh masa lalu, melainkan simbol keteguhan dan perlawanan terhadap ketidakadilan. Ia adalah manifestasi dari semangat rakyat kecil yang berani bangkit melawan penindasan.

Penutup

Dalam sejarah besar nusantara, banyak tokoh lokal yang kisahnya nyaris tenggelam oleh arus narasi utama. Namun, melalui upaya pelestarian budaya dan penulisan ulang sejarah rakyat, nama-nama seperti Ki Singo Drono kembali mendapatkan tempat yang layak. Ia bukan hanya bagian dari masa lalu Boyolali, tetapi juga inspirasi bagi generasi kini dan mendatang, bahwa darah kepahlawanan dan jiwa perlawanan tak pernah benar-benar padam.

Referensi

Carey, P. B. R. (2011). Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785–1855. Jakarta: KITLV-Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Ricklefs, M. C. (2007). Sejarah Indonesia Modern 1200–2008 (Edisi ke-4). Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Lombard, D. (2005). Nusa Jawa: Silang Budaya – Jilid II: Jaringan Asia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Moedjanto, G. (1987). Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-Raja Mataram. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Tim Peneliti Sejarah dan Budaya Boyolali. (2020). Babad Boyolali: Kisah Tokoh dan Peristiwa dalam Sejarah Lokal. Boyolali: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Boyolali.

Peran Joyo Amat Tahir dalam Perjuangan Melawan Penjajahan Belanda di Desa Simo, Boyolali

*Jurnal Sejarah: Peran Joyo Amat Tahir dalam Perjuangan Melawan Penjajahan Belanda di Desa Simo, Boyolali*

Abstrak*
Joyo Amat Tahir adalah seorang tokoh lokal yang dikenal sebagai lurah (kepala desa) di Simo, Boyolali, yang berperan aktif dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda. Artikel ini bertujuan untuk menggali lebih dalam peran dan kontribusi Joyo Amat Tahir dalam perjuangan rakyat di daerahnya, serta bagaimana beliau mengorganisir masyarakat desa untuk melawan penindasan dan kebijakan kolonial yang diterapkan oleh Belanda. Sebagai seorang pemimpin lokal, beliau juga berperan dalam pengorganisasian sosial dan penguatan identitas budaya masyarakat desa.

*Pendahuluan*
Pada masa penjajahan Belanda, banyak tokoh lokal yang berperan tidak hanya dalam kehidupan sosial dan budaya, tetapi juga dalam perjuangan melawan penjajahan. Salah satu tokoh yang sering terlupakan dalam sejarah nasional adalah Joyo Amat Tahir, seorang lurah di Desa Simo, Boyolali. Meskipun kontribusinya belum banyak tercatat dalam buku-buku sejarah nasional, perjuangan beliau di tingkat lokal sangat penting untuk dicatat.

*Peran Sebagai Lurah di Masa Penjajahan*
Sebagai lurah di Desa Simo, Joyo Amat Tahir tidak hanya bertanggung jawab atas urusan administratif desa, tetapi juga berperan penting dalam mengorganisir masyarakat untuk menghadapi kebijakan kolonial Belanda yang memberatkan rakyat. Salah satu kebijakan yang sangat merugikan adalah kerja paksa yang diterapkan oleh pemerintah kolonial. Joyo Amat Tahir berhasil menggalang solidaritas rakyat dan memberikan perlindungan kepada warga desa, serta menjaga mereka dari kebijakan yang menindas.

*Perjuangan Melawan Penjajahan*
Selain mengelola urusan administratif desa, Joyo Amat Tahir turut serta dalam berbagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Perlawanan ini, meskipun sering kali tidak tercatat dalam sejarah besar, memiliki dampak besar dalam mempertahankan martabat rakyat desa. Joyo Amat Tahir melawan penjajahan tidak hanya dengan kekuatan fisik, tetapi juga dengan cara-cara yang lebih halus, seperti mengorganisir masyarakat untuk menjaga kebudayaan dan nilai-nilai lokal yang terancam oleh penjajahan.

*Pengaruh Sosial dan Budaya*
Selain perjuangan fisik melawan penjajahan, Joyo Amat Tahir juga berperan dalam menjaga hubungan sosial yang harmonis di desanya. Beliau dikenal sebagai pemimpin yang bijaksana, yang tidak hanya menjaga kelangsungan hidup masyarakatnya, tetapi juga memperkuat nilai-nilai sosial dan agama yang menjadi pegangan hidup masyarakat desa. Melalui kepemimpinan beliau, Desa Simo berhasil mempertahankan kekompakan dan memperkuat rasa persatuan di tengah kesulitan yang dihadapi selama masa penjajahan.

*Kesimpulan*
Meskipun tidak banyak dikenal secara luas dalam sejarah nasional, Joyo Amat Tahir adalah salah satu pahlawan lokal yang peranannya sangat penting dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda. Sebagai seorang lurah, beliau mengorganisir rakyat untuk melawan kebijakan kolonial, menjaga keharmonisan sosial, serta memperkuat identitas budaya lokal. Kontribusinya dalam sejarah daerah sangat besar dan layak untuk dikenang.

*Daftar Pustaka*

Wahyuni, E. (2009). Sejarah Boyolali: Perjuangan dan Perkembangan Sosial di Jawa Tengah. Boyolali: Dinas Kebudayaan Boyolali.

Sutrisno, R. (2006). Perjuangan Rakyat Jawa Tengah Melawan Penjajahan Belanda. Yogyakarta: Penerbit Nusantara.

Koesoemawidjaja, S. (1991). Kolonialisme di Indonesia: Administrasi dan Kebijakan Belanda di Jawa. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Prasetyo, H. (2005). Tokoh-Tokoh Lokal dalam Sejarah Indonesia: Kontribusi dan Perjuangan di Era Kolonial. Yogyakarta: Penerbit Universitas Gadjah Mada.

____________________________

*Cerita Tentang Mbah Joyo Amat Tahir*
Beberapa cerita yang diceritakan langsung oleh Mbah Joyo Amat Tahir menggambarkan kehebatan dan keberaniannya, antara lain:

*Peristiwa di Stasiun Kalioso*
Suatu hari, Mbah Joyo berangkat ke Stasiun KA Kalioso untuk mengambil bahan pokok seperti beras dan barang-barang lainnya, menggunakan gerobak yang ditarik oleh dua sapi. Namun, dalam perjalanan pulang, Mbah Joyo dibegal oleh lima orang yang mencoba merampas semua muatan. Meskipun demikian, beliau tetap mempertahankan gerobak dan sapinya. Begitu melihat gerobak terangkat ke jalan, para begal itu akhirnya melarikan diri.

*Kemampuan Luar Biasa*
Mbah Joyo dikenal memiliki kemampuan luar biasa, seperti dapat terbang dan melompati beberapa rumah dalam satu lompatan.

*Keajaiban Berdiri di Atas Daun Pisang*
Cerita lainnya adalah Mbah Joyo mampu berdiri tegak di atas daun pohon pisang tanpa merusaknya, yang menunjukkan kekuatan fisik dan kemampuannya yang luar biasa.

*Bantuan dalam Pengobatan*
Mbah Joyo juga dikenal sering menolong masyarakat dalam hal pengobatan tradisional, dengan keahlian yang diwariskan turun-temurun.

*Memiliki Macan*
Mbah Joyo pernah memiliki seekor macan yang sering terlihat oleh saksi mata, menambah mistik dan kekaguman masyarakat terhadap beliau.

Tidak hanya Pejuang tetapi sebagai
*Lurah Simo juga sebagai Mandor Pabrik Karet di Kedunglengkong*

Kamis, 19 Maret 2015

KISAH CINTA MBOK SINEM DAN SERDADU KOMPENI ( BARONGAN 1916 )

Sinem adalah wanita Aceh yang diperistri Midin, Serdadu Kompeni yang pada waktu itu ditugaskan di Aceh. Midin berasal dari Jawa, orang pribumi asli, tepatnya di Dusun Kersan Timbulharjo, Sewon, Bantul, Jogyakarta. Selama berumah tangga, pasangan Midin dan Sinem tidak dikaruniani anak. Pada tahun 1916, Midin pensiun, Sinem diboyong ke Jawa. Bagi Serdadu Kompeni, pensiun bukan berarti tidak bekerja lagi, karena sesampainya di Jawa tugas baru menunggu. Midin diperintahkan menjadi keamanan pabrik gula milik Kompeni di Pleret Bantul. Tiap hari Sabtu Midin pulang menemui Sinem. Kurang lebih 3 tahun, Midin dipindah ke Pabrik Gula Barongan. Di Barongan inilah Midin hampir tidak pernah pulang. karena ia jatuh hati kepada seorang gadis, Sadinem namanya. Tanpa sepengetahuan Sinem, Sadinem kemudian dinikahi Midin.
Sementara itu, Sinem di dalam kesunyiannya menapaki hidup sendirian. Suami yang ia setiai selama puluhan tahun, jarang sekali pulang. Untunglah Sinem teringat akan benda berkhasiat yang dibawa dari Aceh, yaitu sepotong Cula Badak. Dengan benda tersebut, Sinem mengobati para tetangganya yang sakit. Cara pengobatannya sederhana, cula badak di rendam di dalam air klenthing, pasien yang datang cukup menyebutkan penyakit dan keluhannya, kemudian Sinem mengambil air klenthing dan berdoa untuk kesembuhan pasiennya. Selesai berdoa, air tersebut diminum si pasien. Konon banyak pasien dengan berbagai macam penyakit disembuhkan. Oleh karenanya rumah Sinem tidak pernah sepi, ada secercah kebahagiaan, karena dalam kesendiriannya ia dibutuhkan dan berguna bagi sesamanya.

Beberapa tahun berlalu, pasangan Midin dan Sadinem membuahkan anak laki-laki, Slamet namanya. Bagaimanapun juga usaha Midin untuk menutupi hal tersebut, akhirnya diketahui Sinem. Maka Sinem memutuskan untuk datang ke Pabrik Gula Barongan, ingin bertemu dengan marunya dan menimang anaknya. Mengetahui Sinem datang di Barongan, Midin dan terlebih Sadinem ketakutan, tidak berani menemui Sinem. Namun setelah diyakinkan bahwa Sinem tidak membawa rencong untuk melukai Sadinem, seperti yang dibayangkan, akhirnya Sadinem dan Midin menemui Sinem. Dengan tulus, wanita Aceh tersebut menerima anak hasil pasangan antara suaminya dan Sadinem, seperti anak sendiri, bahkan sangat mengasihinya.
Pada tahun 1935, ketika Slamet berusia 7 tahun, Midin Reso Dikrama meninggal. Figur seorang bapak belum didapat darinya. Sedangkan dari Sadinem ibu kandungnya, ia juga tidak mendapatkan figur seorang ibu. Justru dari Mbok Sinem (ibu sepuh) Slamet mendapatkan figur ibu sejati. Bagi Slamet, Mbok Sinem adalah orang yang memberi perhatian paling besar dalam pertumbuhan kehidupannya. Ia juga mengajarkan pujian-pujian, nasihat-nasihat, dongeng-dongeng dan doa-doa.

Pada suatu pagi di tahun 1952, Sinem berbaring lemah, ditunggu 2 orang pembantunya. Setelah ia memakan jeruk pesanannya yang di bawa Slamet sepulang kerja di Kanisius Kidul Loji, ia berpesan kepada Slamet "Tak omongi ya Met, yen jenengku cilik kuwi Sinem. Saungkurku mengko, yen ana bot repot ing uripmu, nyebuta jenengku, Sinem, ngono ya. Lan kae ana Kyai Cula Badak gawane Bapakmu saka Aceh tulung rumaten." Untuk selanjutnya tidak ada kata keluar dari bibirnya, kemudian napas yang terakhir dihembuskan.
Slamet mengakhiri ceritanya, air matanya menetes, gambaran kesalehan dan kebaikan Mbok Sinem tiba-tiba menyeruak kembali dalam hidupnya. Kyai Cula Badak yang diwariskan Mbok Sinem masih disimpan dengan baik Di Usia 78 tahun ini, Slamet Djoyo Sumarto, mencoba mengingat-ingat cerita tutur yang disampaikan Sinem "Le, mula bapakmu ditugase ana Aceh kuwi kanggo ngancani Saradadu Landa yen pinuju patroli. Jalaran yen Saradadu Landa patroli dhewe, ora dikancani Saradadu Jawa, mesthi bakal direncong alias dipateni karo wong Aceh."
Mbok Sinem juga mengajari beberapa donga, antara lain:

Donga sebelum mandi :

"Nadyanta mung adus ning aja waton adus Le! Sadurunge nggebyur sepisanan kowe perlu ndonga mangkene :

Bismillahirrohmahirrohim.
Niat ingsun arep adus, adusku banyu suci,
ancik-ancikku sela panunggal,
gayung pitu sukma wolu,
babahan hawa sanga,
slamet kersaning Allah, (byuuuur)


Donga sebelum tidur

Le, supaya turumu kepenak, ning tetep waspada, sadurunge dongaa mangkene:

Bismillahirrohmahirrohim.
niat ingsun arep turu,
slemekku rasul,
bantalku iman,
kemulku Allah,
Laillahaillaallah Muhammadurrosulullah
kama jasmani,
sedulur papat kang nunggal pertapan, seje panggonan,
sriyah ariyah wadad bayu,
reksanen ragaku,
sak mangsa ana bebaya aku gugahen.

Mbok Sinem adalah sebuah figur yang patut diteladani. Ia merasa bahagia dengan memberi dan merasa sangat bahagia dengan menerima. Ketika masih sedikit orang berderma, karena jaman susah, Sinem telah melakukannya. Setiap Lebaran, ia membagi-bagikan uang kepada anak-anak kecil. Pada waktu mendapat punjungan atau bancakan, sebelum yang memberi pergi, Sinem langsung mencicipi makanan yang diberikan, sambil mengatakan bahwa masakannya enak sekali. Setiap menanak nasi dan memasak sayur, sebelum dimakan oleh keluarga, Mbok Sinem selalu menyisihkan dalam sebuah cawan dan diletakkan di meja khusus untuk para leluhur, Kaki-Nini. Baginya hidup adalah memberi, terlebih memberi kelegaan kepada orang lain, termasuk memberi kepada yang tidak kelihatan.

Hasil wawancara dengan Slamet atau Djoyo Sumarto, anak Mbok Sinem