Kamis, 05 Desember 2013

android kit kat

Ini Dia Bocoran Fitur Unggulan Android v4.4 KitKat!
Penulis: Nariswari   
Monday, 16 September 2013 14:41
355 222 Versiandroid2
Jika beberapa saat yang lalu, Google telah resmi memperkenalkan OS Android terbaru mereka setelah versi 4.3 Jelly Bean yaitu Android Kitkat, kini banyak pihak yang "malu hati" karena salah persepsi dengan pemberian nama Android Key Lime Pie.

Google memang memperkenalkan KitKat hanya sekedar simbolis. Beberapa fitur dan keunggulan pun masih belum banyak dijabarkan secara gamblang. Lalu apa aja kehebatan Android 4.4 KitKat dibandingkan dengan Android 4.3 Jelly Bean? Dan apa makna di balik penamaan KitKat?

Bagi Anda penggemar cokelat, tentu sudah tidak asing lagi dengan nama KitKat. Salah satu merk cokelat ini ini sangat populer yang dibuat oleh perusahaan Nestle dan sangat digemari oleh banyak orang di dunia. Lalu mengapa memakai nama KitKat? Terdengar kabar bahwa penamaan Android baru 4.4 oleh Google ini dikarenakan Google dan Nestle menjalin kerja sama. Tapi nyatanya Google secara tersirat membantah adanya kerjasama khusus antara Nestle dengan Google.

Sebelumnya ramai diberitakan bahwa Google akan memakai nama Key Lime Pie sebagai nama untuk versi paling anyar dari sistem operasi Android v4.4. Indikasi ini semakin kuat karena Google gemar menamai sistem operasinya dengan nama hidangan penutup dan sesuai abjad alfabetical.
350 241 Versiandroid
Dilansir dari BBC, John Lagerling (Director of Android Global Partnership) menepis issue perihal kerja sama Google dan Nestle, "Tidak ada semacam perjanjian di bawah tangan untuk memuluskan nama KitKat untuk sistem operasi Android ini.". Untuk memastikan nama tersebut, seperti biasa tedapat patung Android dengan versi namanya di halaman depan kantor Google.

Lalu apa saja keunggulan Android 4.4 KitKat ini? PULSA menemukan beberapa bocoran fitur unggulan dari versi terbaru Android ini. Diantaranya antara lain:

a.Firmware yang bisa digunakan untuk smartphone lama
b.Pergantian Fragmentation atau ukuran tampilan layar
c.Miracast updates Gallery baru
d.Visualisasi API baruBoot animasi baru, pergantian warna logo Android berwarna biru
e.Notifikasi widget baru

Tak hanya menuai kontroversi, lahirnya versi  Android terbaru KitKat ini mengundang cemooh banyak orang termasuk Perusahaan asal Finlandia Nokia. Nokia secara terang-terangan mengejek Android terbaru KitKat lewat akun Twitternya.

Untuk peluncurannya sendiri Android 4.4 KitKat diperkirakan akan hadir pada 14 Oktober 2013 mendatang. Ponsel apa saja yang mendapatkan OS Android 4.4 KitKat sementara ini belum ada info lebih lanjut. (Nariswari)

Rabu, 04 Desember 2013

MAKALAH Majelis Ulama Indonesia


MAKALAH
Majelis Ulama Indonesia
Oleh kelompok 8 :
          Ardhitya Furqon Wicaksono                                 Nur Azizzah
          Fathurozak Johan Maulana                                    Maimunah

Dosen Pembimbing:
Bapak Ahmad Arifi .M.Ag

2013
KATA PENGANTAR

                        Alhamdulilah,kami panjatkan rasa puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberkahi kami, sehingga makalah ini dapat selesai dengan tepat waktu. Sholawat serta salam tak lupa kami ucapkan kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberi jalan yang terang dan mengentas kita dari kebodohan.

                        Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Ahmad Arifi .M.Ag yang setia membimbing kami selama masa perkuliahan serta proses penyelesaian makalah ini. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kita dalam penyelasian laporan ini, terutama kepada orang tua kami yang selalu mendoakan kami dimana pun berada.

            Dan tak lupa kami ucapkan maaf atas segala khilaf atas penulisan makalah ini. Karena kami jua hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Semoga apa yang kami sajikan ini berguna bagi kita semua dan dapat membantu dalam segala hal.




           Yogyakarta , 27 November 2013



Penulis






DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I     PENDAHULUAN.............................................................................. 4
A.     Latar Belakang ......................................................................................... .. 4
B.     Rumusan Masalah .................................................................................... .. 5
C.     Tujuan Penulisan ...................................................................................... .. 5
BAB II       PEMBAHASAN.............................................................................. 6    
     A.   Sejarah dan Fungsi didirikannya Majelis Ulama Indonesia........................... .6
B.   Metode Ijtihad MUI...................................................................................9
C.    Beberapa Contoh Fatwa MUI .................................................................. ..11
BAB III     PENUTUP...................................................................................... . 13
A.    Kesimpulan .............................................................................................13       
B.     Saran......................................................................................................... . 13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... . 14


  
BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Islam adalah agama yang akan membawa rahmat bagi pemeluknya tidak terkecuali siapappun itu. Islam jua adalah suatu lembaga dan wadah di dalalm menyelesaikan suatu permasalahan yang berkaitan dengan segi kehidupan umatnya. Seperti, dalam bidang ibadah makhdoh kita mengenal di situ ada beberapa hal seperti salat, puasa, dan ibadah lainnya yang telah diatur di dalam Al-Qur’an dan Hadis. Namun adakalanya permasalahan yang kotemporer saat-saat ini yang sangat rumit memeng tidak dapat dibantah kembali dalm penerimaan kehujjahan kita butuh bantuan Ijtihad dari kaum ulama’ yang berkompeten dalam bidang yang bermasalah ,yang berupa produk ijma’ dan qiyas.

Itu semua adalah sumber hukum Islam yang telah dapat dipercaya dan masih banyak yang lainnya seperti Ihtisan, Urf dll. Itu semuanya akan dibahas secara lengkap pada pokok pembahasan Usul Fiqh. Namun pada kenyataan masih banyak hal yang perlu dijadikan patokan agar tercapinya hukum yang baik dan benar secara syariat dan aturan yang berlaku di suatu wilayah.

Dengan ketentuan di atas, maka di Indonesia dibentuklah sebuah lembaga perkumpulan sekumpulan ulama yang akan membantu di dalam penyelesaian masalah kontemporer yang sedang melanda negeri ini lebih-lebih berhubungan dengan akidah dan syari’at. Lembaga tersebut adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tugas yang mereka adalah menyampaikan fatwa atau himbauan yang berhubungn dengan masalah tersebut. Inilah yang akan kami bahas bagaimnakah keterkaitannya MUI yang sebagai subjek Hukum Islam di Indonesia dengan upaya pegakan dan penerapan Hukum Islam di Indonesia.








B. Perumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah dan fungsi didirikannya Majelis Ulama Indonesia ?
2.      Bagaimana metode ijtihad dalam proses penetapan fatwa Majelis Ulama Indonesia ?
3.      Berikan beberapa contoh fatwa Majelis Ulama Indonesia ?

C. Tujuan Penulisan
1.      Supaya kita dapat mengetahui sejarah serta peran fungsi didirikannya MUI.
2.      Supaya kita dapat memahami metode yang dipergunakan oleh MUI dalam proses    penetapan fatwa.
3.       Agar dapat mengetahui contoh fatwa yang telah di tetapkan MUI.














                                                                   BAB II
PEMBAHASAN
                                              MUI ( Majlis Ulama Indonesia )           

A. Sejarah dan Fungsi didirikannya Majelis Ulama Indonesia
Majelis Ulama Indonesia adalah wadah atau majelis yang menghimpun para ulama,zuama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-langkah umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu'ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air.

Antara lain meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Propinsi di Indonesia, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Math'laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, AD, AU, AL dan POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan.

Dari musyawarah tersebut, dihasilkan adalah sebuah kesepakatan untuk membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama. zuama dan cendekiawan muslim, yang tertuang dalam sebuah "PIAGAM BERDIRINYA MUI", yang ditandatangani oleh seluruh peserta musyawarah yang kemudian disebut Musyawarah Nasional Ulama I.

Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tahun merdeka, di mana energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik kelompok dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat.

Ulama Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa mereka adalah pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya). Maka mereka terpanggil untuk berperan aktif dalam membangun masyarakat melalui wadah MUI, seperti yang pernah dilakukan oleh para ulama pada zaman penajajahan dan perjuangan kemerdekaan. Di sisi lain umat Islam Indonesia menghadapi tantangan global yang sangat berat. Kemajuan sains dan teknologi yang dapat menggoyahkan batas etika dan moral, serta budaya global yang didominasi Barat, serta pendewaan kebendaan dan pendewaan hawa nafsu yang dapat melunturkan aspek religiusitas masyarakat serta meremehkan peran agama dalam kehidupan umat manusia.

Selain itu kemajuan dan keragaman umat Islam Indonesia dalam alam pikiran keagamaan, organisasi sosial dan kecenderungan aliran dan aspirasi politik, sering mendatangkan kelemahan dan bahkan dapat menjadi sumber pertentangan di kalangan umat Islam sendiri.

Akibatnya umat Islam dapat terjebak dalam egoisme kelompok (ananiyah hizbiyah) yang berlebihan. Oleh karena itu kehadiran MUI, makin dirasakan kebutuhannya sebagai sebuah organisasi kepemimpinan umat Islam yang bersifat kolektif dalam rangka mewujudkan silaturrahmi, demi terciptanya persatuan dan kesatuan serta kebersamaan umat Islam.

Dalam perjalanannya, Majelis Ulama Indonesia sebagai wadah musyawarah para ulama, zu'ama dan cendekiawan muslim berusaha untuk memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhoi Allah Subhanahu wa Ta'ala; memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya ukhwah Islamiyah dan kerukunan antar-umat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa serta; menjadi penghubung antara ulama dan umaro (pemerintah) dan penterjemah timbal balik antara umat dan pemerintah guna mensukseskan pembangunan nasional; meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan cendekiawan muslimin dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik.

Dalam khitah pengabdian Majelis Ulama Indonesia telah dirumuskan lima fungsi dan peran utama MUI yaitu:
1. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya)
2. Sebagai pemberi fatwa (mufti)
3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Riwayat wa khadim al ummah)
4. Sebagai gerakan Islah wa al Tajdid
5. Sebagai penegak amar ma'ruf dan nahi munkar
Sampai saat ini Majelis Ulama Indonesia mengalami beberapa kali kongres atau musyawarah nasional, dan mengalami beberapa kali pergantian Ketua Umum, dimulai dengan Prof. Dr. Hamka, KH. Syukri Ghozali, KH. Hasan Basri, Prof. KH. Ali Yafie dan kini KH. M. Sahal Maffudh. Ketua Umum MUI yang pertama, kedua dan ketiga telah meninggal dunia dan mengakhiri tugas-tugasnya. Sedangkan dua yang terakhir masih terus berkhidmah untuk memimpin majelis para ulama ini.

Presiden Soeharto waktu itu berkata:
“Amar ma’ruf nahi munkar adalah tugas yang sangat mulia, dan tugas ini dipikulkan kepada Alim Ulama. Oleh karena itu kedudukan ulama dalam masyarakat dan negara Pancasila ini adalah sangat penting.”
Majelis Ulama Indonesia (MUI) disamping sebagai lembaga yang berperan merespon berbagai persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat melalui fatwa-fatwanya juga berfungsi sebagai mediator antara umat dan pemerintah. Kedua fungsi ini tentu saja harus mampu dilaksanakan secara maksimal, dalam arti merealisasikan berbagai tugas dan tidak berpihak kemanapun.
Mukti Ali mengatakan: “Dengan berdirinya Majelis Ulama Indonesia ini yang selain di Pusat juga berdiri di Daerah Tingkat I dan Tingkat II, maka :
  1. Akan makin terbinalah persatuan dan kesatuan umat Islam yang dengan itu makin mudahlah para ulama menyatukan pikiran, pendapat dan langkah umat Islam sendiri.
  2. Akan berangsur-angsur terkikis suasana curiga-mencurigai antara para ulama dan pemerintah, sehingga dengan demikian akan lebih mudah pemerintah dan rakyat menyatukan pendapat dan langkah untuk berbuat segala sesuatu untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia.
            Salah satu tugas MUI adalah memberikan fatwa. Persoalannya tidaklah mudah karena mengeluarkan fatwa merupakan tugas yang penuh resiko. Sebab pertanggungjawabannya bukan saja kepada masyarakat, tetapi kepada Allah swt.
                  Komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia menetapkan bahwa fatwa MUI, harus didasarkan pada empat prinsip, yaitu: al-Quran, Sunnah, Ijma dan Qiyas. Di samping itu, seorang mufti harus juga memperhatikan pendapat-pendapat imam-imam mazhab dengan mengadakan penelitian terhadap dalil-dalil dan bentuk istidlalnya. Hal ini dilakukan untuk menentukan pendapat yang terkuat dan maslahat bagi umat untuk difatwakan.
                    Di antara persyaratan dan prinsip yang harus juga ada pada seorang mufti adalah mengetahui hukum Islam secara mendalam, begitupun dalil-dalilnya. Mufti tidak dibenarkan berfatwa hanya berdasarkan pada keinginan dan kepentingan tertentu atau dengan dugaan-dugaan semata. Tegasnya bahwa setiap menyatakan suatu hukum harus dapat menunjukkan dalilnya, baik dari al-Quran maupun dari hadis.
                  MUI juga berprinsip dalam mengeluarkan fatwa selalu mendahulukan wahyu daripada akal terutama yang berkaitan dengan kemaslahatan umum, yakni memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.


B.  METODE IJTIHAD MUI
Metode yang dipergunakan oleh Komisi Fatwa MUI dalam proses penetapan fatwa dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu Pendekatan Nash Qath’i, Pendekatan Qauli dan Pendekatan Manhaji.
Pendekatan Nash Qoth’i dilakukan dengan berpegang kepada nash al-Qur’an atau Hadis untuk sesuatu masalah apabila masalah yang ditetapkan terdapat dalam nash al-Qur’an ataupun Hadis secara jelas. Sedangkan apabila tidak terdapat dalam nash al-Qur’an maupun Hadis maka penjawaban dilakukan dengan pendekatan Qauli dan Manhaji.
             Pendekatan Qauli adalah pendekatan dalam proses penetapan fatwa dengan mendasarkannya pada pendapat para imam mazhab dalam kitab-kitab fiqih terkemuka (al-kutub al-mu’tabarah). Pendekatan Qauli dilakukan apabila jawaban dapat dicukupi oleh pendapat dalam kitab-kitab fiqih terkemuka (al-kutub al-mu’tabarah) dan hanya terdapat satu pendapat (qaul), kecuali jika pendapat (qaul) yang ada dianggap tidak cocok lagi untuk dipegangi karena sangat sulit untuk dilaksanakan (ta’assur atau ta’adzdzur al-‘amal atau shu’ubah al-‘amal) , atau karena alasan hukumnya (‘illah) berubah. Dalam kondisi seperti ini perlu dilakukan telaah ulang (i’adatun nazhar), sebagaimana yang dilakukan oleh ulama terdahulu. Karena itu mereka tidak terpaku terhadap pendapat ulama terdahulu yang telah ada bila pendapat tersebut sudah tidak memadai lagi untuk didijadikan pedoman.

Apabila jawaban permasalahan tersebut tidak dapat dicukupi oleh nash qoth’i dan juga tidak dapat dicukupi oleh pendapat yang ada dalam kitab-kitab fiqih terkemuka (al-kutub al-mu’tabarah), maka proses penetapan fatwa dilakukan melalui pendekatan manhaji.
Pendekatan Manhaji adalah pendekatan dalam proses penetapan fatwa dengan mempergunakan kaidah-kaidah pokok (al-qowaid al-ushuliyah) dan metodologi yang dikembangkan oleh imam mazhab dalam merumuskan hukum suatu masalah. Pendekatan manhaji dilakukan melalui ijtihad secara kolektif (ijtihad jama’i), dengan menggunakan metoda : mempertemukan pendapat yang berbeda (al-Jam’u wat taufiq), memilih pendapat yang lebih akurat dalilnya (tarjihi), menganalogkan permasalahan yang muncul dengan permasalahan yang telah ditetapkan hukumnya dalam kitab-kitab fiqh (ilhaqi) dan istinbathi.       
Dalam masalah yang terjadi khilafiyah di kalangan imam mazhab maka penetapan fatwa didasarkan pada hasil usaha penemuan titik temu di antara pendapat-pendapat madzhab melalui metode al-Jam’u wa al-Taufiq.
Jika usaha al-Jam’u wa al-Taufiq tidak berhasil maka penetapan fatwa dilakukan melalui metode tarjihi (memilih pendapat ulama yang dinilai paling kuat dalil dan argumentasinya), yaitu dengan menggunakan metode perbandingan mazhab (muqaran al-madzahib) dan dengan menggunakan kaedah-kaedah ushul fiqh perbandingan.
Membiarkan masyarakat untuk memilih sendiri pendapat para ulama yang ada sangatlah berbahaya, karena hal itu berarti membiarkan masyarakat untuk memilih salah satu pendapat (qaul) ulama tanpa menggunakan prosedur, batasan dan patokan. Oleh karena itu, menjadi kewajiban lembaga fatwa yang memiliki kompetensi untuk memilih pendapat (qaul) yang rajih (lebih kuat dalil dan argumentasinya) untuk dijadikan pedoman bagi masyarakat.
Ketika satu masalah atau satu kasus belum ada pendapat (qaul) yang menjelaskan secara persis dalam kitab fiqh terdahulu (al-kutub al-mu’tabarah) namun terdapat padanannya dari masalah tersebut, maka penjawabannya dilakukan melalui metode ilhaqi, yaitu menyamakan suatu masalah yang terjadi dengan kasus padanannya dalam al-kutub al-mu’tabarah.
Sedangkan metode Istinbathi dilakukan ketika tidak bisa dilakukan dengan metode ilhaqi karena tidak ada padanan pendapat (mulhaq bih) dalam al-kutub al-mu’tabarah. Metode istinbathi dilakukan dengan memberlakukan metode qiyasi, istishlahi, istihsani dan sadd al-dzari’ah.
                 Secara umum penetapan fatwa di MUI selalu memperhatikan pula kemaslahatan umum (mashalih ‘ammah) dan intisari ajaran agama (maqashid al-syari’ah). Sehingga fatwa yang dikeluarkan oleh MUI benar-benar bisa menjawab permasalahan yang dihadapi umat dan benar-benar dapat menjadi alternatif pilihan umat untuk dijadikan pedoman dalam


C.  Beberapa Contoh Fatwa MUI

1.  Fatwa MUI Tentang Merokok
      Akhir-akhir ini merak keluar desakan untuk MUI mengeluarkan Fatwa Merokok itu HARAM.Mengapa merokok haram? selama ini merokok hukumnya adalah makruh lebih condong ke haram, tetapi tidak haram dari dewan syariah MUI menyampaikan fatwa terbarunya tentang merokok, yaitu :
Merokok Hukumnya adalah HARAM bagi anak-anak dibawah usia 17 Tahun”
Ada beberapa alasan yang melatar belakanginya, antara lain :
  1. Selama ini hukum merokok makruh cenderung atau lebih dekat ke haram
  2. Larangan pemerintah melalui PP/Perda yang sudah ada dan berlaku sampai sekarang tidak banyak yang mengindahkannya atau banyak di langgar. Misalnya larangan merokok di taman atau di ruang tertentu yang dikeluarkan pemda, masih juga ada yang merokok di ruang tersebut. (di UII masih adakah merokok di tempat umum?)
  3. Perokok khususnya anak-anak tidak ada manfaatnya sedikitpun, dll

     2.  Fatwa MUI Tentang Facebook

MUI menyatakan bahwa Facebook bisa menjadi haram dan tidak haram. Menurut mereka, Facebook haram tergantung dari cara pemakaian. Kalau tujuan baik dan benar, maka tak ada larangan menggunakannya, tapi sebaliknya, bila untuk tujuan negatif maka haram.
Jadi itu semua juga kembali kepada kita sebagai pengguna dari facebook, jika kita mempunyai keinginan untuk menggunakan facebook untuk melakukan aktifitas yang negatif mungkin saja kita dapat mengatakan bahwa facebook itu haram, dan jika kita menggunakan facebook dengan menjalin tali silaturahmi antar sesama maka facebook mungkin belum dapat dikatakan haram

   
 3.  Fatwa MUI Tentang Perubahan Arah Kiblat
     Tentang diktum dari fatwa MUI No. 03 Tahun 2010 tentang Kiblat disebutkan,         pertama, tentang ketentuan hukum. Dalam kententuan hukum tersebut disebutkan bahwa: (1) Kiblat bagi orang shalat dan dapat melihat ka’bah adalah menghadap ke bangunan Ka’bah (ainul ka’bah). (2) Kiblat bagi orang yang shalat dan tidak dapat melihat Ka’bah adalah arah Ka’bah (jihat al-Ka’bah). (3). Letak georafis Indonesia yang berada di bagian timur Ka’bah/Mekkah, maka kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke arah barat. Kedua, rekomendasi. MUI merekomendasikan agar bangunan masjid/mushalla di Indonesia sepanjang kiblatnya menghadap ke arah barat, tidak perlu diubah, dibongkar, dan sebagainya.

   4.   Fatwa MUI Tentang Aliran Ahmadiyah

Menegaskan kembali keputusan fatwa MUI dalam Munas II Tahun 1980 yang menetapkan bahwa Aliran Ahmadiyah berada di luar Islam, sesat dan menyesatkan, serta orang Islam yang mengikutinya adalah murtad (keluar dari Islam). Bagi mereka yang terlanjur mengikuti Aliran ahmadiyah supaya segera kembali kepada ajaran Islam yang haq (al-ruju’ ila al-haqq), yang sejalan dengan al-Qur’an dan al-Hadis.Pemerintah berkewajiban untuk melarang penyebaran faham Ahmadiyah di seluruh Indonesia dan membekukan organisasi serta menutup semua tempat kegiatannya.




BAB III
Kesimpulan

Dari keterangan tersebut, ada pelajaran yang sangat berharga yaitu betapa upaya generalisasi dalil-dalil hukum pada semua masalah hukum tidak efektif dan kredibel dalam hal membumikan tujuan-tujuan agama. Pengetahuan dalil sesungguhnya hanya mencerminkan setengah dari proses berfatwa. Fatwa harus berangkat dari pertanyaan, harus berangkat dari kasus.

Teori fatwa mengatakan dua kasus yang sama tidak serta merta harus diberi hukum yang sama, sebab setiap kasus ia memiliki karakteristik-karakteristik yang sangat spesifik. Dari perspektif inilah sehingga perlu disosialisasikan bahwa hanya pengetahuan tentang kasus-lah yang menjadi penentu jenis atau kualitas hukum atau fatwa bukan dalil hukum.





Saran
Harapan kami selaku pemakalah, semoga dengan terselesainya makalah MUI ini dapat menjadikan para pembaca, khususnya teman-teman MPI supaya dapat memberikan bimbingan dan tuntunan kepada kita dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhoi Allah Subhanahu wa Ta'ala.
                       





DAFTAR PUSTAKA

Rahmat,M Imadadun.2000. Islam dan Indonesia. Bandung : Rosdakarya
Rahmat,Prof.2007.Ushul Fiqh.Bandung: Pustaka Setia
Soejono Soekamto,Soejono.1989. Tata Negara dan Hukum Konstitusi, Jakarta: Media Press
Sudi Prayitno,Sudi.2004. Peran Beberapa State Auxiliary Agencies Dalam Mendukung Reformasi Hukum Di Indonesia.Jakarta: Kompas