Tokoh-Tokoh Tasawuf Pulau Jawa
1.
Wali Songo
Kita ketahui bahwa sebagian ahli
sejarah berkata bahwa agama islam masuk ke Indonesia tidak langsung dari tanah
Arab tetapi melalui negeri Persia dan India, dibawa kemari oleh pedagang atau
oleh mereka yang memang khusus datang untuk menyiarkan agama islam. Jika kita
memperhatika, bahwa agama Islam masuk ke Indonesia sekitar abad keempat dan
kelima Hijriyah, maka paham-paham sufi dan tasawuf yang sedang tersiar luasdan
mendapat perhatian umum dalam negara-negara Islam ketika itu.
Oleh karena itu, sejak saat itu
sebenarnya sudah terdapat pertentangan paham gerakan ilmu lahir dan ilmu batin,
golongan yang dinamakan syariat dan golongan yang dinamakan hakikat. Terutama
di Jawa oleh wali songo itu, sangat mempengaruhi kehidupan Islam di Jawa, dan
sampai sekarang masih kelihatan gemanya dalam gerakan-gerakan batin yang tumbuh
dibeberapa tempat.
Mungkin kita perlu mengetahui
serba sedikit, baik rentang kehidupan maupun ajaran ajaran-ajaran wali songo di
Jawa, sebelum kita memasuki pembicaraan khusus mengenai tokoh-tokoh tasawuf
yang ada di Indonesia. Karena dari merekalah ajaran agama Islam maupun tasawuf
mulai tersiar dikalangan rakyat di Jawa Timur, yang mula-mula hanya terdapat di
kota-kota pelabuhan atau pantai, tetapi tidak lama kemudian penyiaran itu
sambung-menyambung sampai ke daerah-daerah di pulau Jawa.
Disinilah mulai terlihat
bagaimana bijaksananya mubaligh-mubaligh dalam masa permulaan Islam di Jawa
hingga penyebaran ajaran tasawuf di kalangan rakyat Jawa yang dalam segala
usahanya disesuaikan dengan perasaan dan cara hidup orang-orang yang ada pada
waktu itu. Mungkin sebagian orang masih ada yang berani mengambil kesimpulan
bahwa taktik inilah yang menyebabkan bangunan-bangunan masjid masih disesuaikan
dengan rumah-rumah peribadatan Buddha, seperti yang sisanya sekarang masih
terdapat di Kudus, cerita-cerita Islam yang masuk ke dalam wayang begitu juga
pengaruh Islam maupun ajaran tasawuf dalam kesenian, seperti dalam gamelan dan
lainnya, yang agaknya sengaja diciptakan oleh wali songo, agar tidak begitu
kaget penguasa-penguasa Hindu melihatnya dan rakyat umum menerimanya. Oleh
karena itu sampai sekarang kebijaksanaan para wali itu menjadi buah bibir dari
rakyat Jawa.
Wali-wali itu dianggap sebagai
orang yang mula-mula menyiarkan agama islam di jawa dan biasa dinamakan wali
Sembilan atau wali songo. Kebanyakan para wali itu datangnya dari negeri asing,
dari sebelah barat, dari negeri atas angin, dari sumatera, bahkan lebih jauh
lagi, acap kali juga asal-usulnya tidak diketahui orang. Bahwa mereka dengan
tiba-tiba telah ada ditanah jawa ditengah-tengah rakyat, dengan cara yang aneh,
adalah hal-hal yang acap kali di ceritakan dengan cara yang lebih menarik dan
mengagumkan. Umumnya orang kita lebih tertarik mendengar hal-hal yang ajaib
dari seorang asing dari pada mendengar cerita itu dari bangsa sendiri yang
biasanya mengemukakan keadaan-keadaan yang lama, yang umumnya sudah didengarnya
berulang-ulang.
Dapat diduga bahwa wali-wali itu
dalam menyiarkan agamanya tidaklah berupa pidato atau ceramah didepan umum
seperti yang berlaku dengan penyiaran agama sekarang ini, tetapi dalam
kumpulan-kumpulan yang terbatas, bahkan kebanyakan secara rahasia, dibawah
empat mata, yang kemudian diteruskan dari mulut kemulut. Ketika pengikutnya
mulai bertambah banyak, maka terjadilah tabligh-tabligh itu diadakan di dalam
rumah-rumah, yang biasa dinamakan madrasah atau pondok. Pendidikan atau cara
memberi pengajaran semacam ini pada waktu itu sudah tidak asing lagi, karena
dalam masa itu disana-sini sudah terdapat juga mandala-mandala hindu-jawa,
denga lanjutannya yang kemudian dinamakan pesantren, yaitu tempat berkumpul
santri-santri yang belajar agama islam.
2.
‘Abd Al-Karim Banten
Diantara murid-murid Syekh Sambas
yang paling berpengaruh adalah Abdul Al-Karim Banten, yang ditunjuk oleh Syekh
Sambas sebagai penggantinya. Dilahirkan pada tahun 1840, beliau dibesarkan di
desa lampuyang di daerah tanara, jawa barat, daerah yang sama yang melahirkan
seorang alim pula yaitu Nawawi Al-Banteni. Ia pergi ke mekah ketika masih muda,
dan mempunyai kesempatan belajar disana dan mengabdi dirumah Syekh Sambas.
Setelah beberapa tahun, ia menerima sebuah ijazah berkenaan dengan keanggotaan
penuh didalam tarekat gurunya. Abd. Al-Karim, sejak awal mudanya, telah
mengikuti ajaran Syekh Sambas dan mencapai reputasinya sebagai ulama tasawuf.
Tugas pertamanya adalah menjadi pelayan seorang guru tarekat di Singapura,
sebuah posisi yang dilakoni beberapa tahun. Pada tahun 1872, ia pulang
kerumahnya, desa lampuyang, dan menetap disana untuk sekitar 3 tahun. Yang
akhirnya, pada tahun 1876, ia pergi ke mekah untuk melaksanakan tugasnya
sebagai pengganti Syekh Sambas. Terdapat 5 cabang tarekat qodiriyyah
wanaksabandiyah di pulau jawa yang silsilah mereka kembali kebeliau.
Khotbah haji Abdul Al-Karim
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap warga populasi banten. Beliau mengatakan
bahwa ada suatu kebutuhan untuk pemurnian yang intensif tentang
kepercayaan-kepercayaan dan praktik-praktik keagamaan. Baginya, dzikir harus
menjadi fokus dalam revitalitas iman. Dibanyak tempat, dzikir banyak dilakukan
didalam masjid-masjid, dan di langgar-langgar, ketika ada peristiwa khusus,
diadakan dzikir malam hari. Masyarakat percaya bahwa beliau adalah wali Allah
yang teleh diwarisi kemuliaan tertentu, mempunyai kekuasaan untuk melakukan
keajaiban (keramat). Dikemudian hari, beliau menjadi kyai yang lebih dikenal
sebagai kyai agung. Diantara murid-muridnya yang terkenal adalah H. Sangadeli
Kaloran, H. Asnawi Bendung Lampuyang, H. Abu Bakar Pontang, H. Tubagus Ismail,
Gulatjir, dan H. Mardzuki Tanara. Dari nama-nama diatas, yang paling
berpengaruh adalah nama yang terakhir, H. Mardziki (Marzuki). Dilahirkan di
tanara, abnten timur, jawa barat tahun 1820, beliau pergi ke mekah untuk
pertama kali pada tahun 1858, dan belajar dengan guru yang sama seperti yang
telah dilakukan Nawawi Al-Banteni. Beliau manjadi seorang qadiri disana,
melalui Syekh Abdul Al-karim Banten. Ia mengajar nahwu dan sarraf (sitaksis dan tata bahas
arab) dan juga fiqih di mekah. Di kota asalnya tanara, ia mendirikan sebuah
sekolah tradisional islam (pesantren). Ia menempuh perjalanan secara ekstensif
ke asia tenggara, Malaysia, dan sematera ia diterima dengan baik oleh sultan
Deli disiam seperti halnya di bali. Dari februari 1870 sampai juni 1888, beliau
mengajar di tanara dan mengunjungi ulama-ulama dan anggota-anggota qadiriyah
disana. 2 ulama penting banten, Wasid dan Tubagus Ismail, sering merundingkan
dengan dia permasalahan dan isu religious yang timbul dari kolonialisme.
3. Syekh Muslih ‘Abd al-Rahman
Kyai Muslih Ibn ‘Abd al-Rahman
al-Maraqi (1917-1981), pendiri TQN cabang meranggen, dilahirkan didwsa
meranggen, di semarang timur utara (jawa tengah). Beliau menerima pendidikan
agama awalnya dir rumah, karena bapaknya kyai Abd. Al-Rahmad menjalankan sebuah
pesantren modern yang ia telah dirikan sendiri di tahun 1905, dan beliau adalah
seorang keturunan sunan kalijaga. Fokus utama studi kyai Muslih adalah pada
tata bahasa tradisional (nahwe), ilmu pokok yang ia ajarkan bersamaan dengan
fiqih di [esantren bapaknya di meranggen, pada tahun 1960-an dan 1970-an,
beliau meimimpin jaringan tarekat yang paling tersebar luas di jawa tengah,
seperti di Kalimantan barat dan Kalimantan selatan.
Sebagian dari teman-teman
seperjuangannya, yang mempunyai jaringan yang serupa dengan tarekat yang sama
berasal dari garis Syekh Sambas, adalah kyai Musta’in Romli Rejoso (Jombang,
Jawa timur dan KH. Sohibul Wafa Tajul Arifin Suryalaya, Tasik Malaya, jawa
barat.
Sekarang, pondok pesantrennya,
podok pesantren Al-Futuhiyah Meranggen dijalankan oleh keluarganya sendiri, terutama
oleh 2 putra Kyai Muslih, Kyai Lutfi Hakim, dan Kyai Muhammad Hanif. Perihal
kepemimpinan ini diamanatkan kepada Kyai Lutfi Hakim saudara Kyai Muslih,
walaupun Kyai Ahmad Mutohhar juga bertindak sebagai seorang mursyid. Tareka
mempunyai banyak khalifah, sebagian dari mereka tentu saja masih ada hubungan
kuluarga, dan ada juga yang bukan.
Selain itu untuk mengoprasikan
suatu sistem pendidikan tradisional, pondok pesantren futuhiyah telah
menerapkan sebuah system madrasah dalam wujud Ibtidaiyyah (sekolah dasar
islam), Tsanawiyyah (Sekolah menengah pertama islam) dan madrasah ‘Aliyah
(sekolah menengah lanjutan islam), dan juga ad ataman kanak-kanak, sekolah
menengah pertama dan sekolah menegah lanjutan.
4.
KH. Romli Tamim dan Pesantren Darul ‘Ulum Jombang Jawa Timur
Nama kiai Romly Tamim merupakan
nama paling lekat hubungannya dengan pondok pesantren Darul Ulum. Pesantren ini
diantara yang paling terkenal diJombang, Jawa Timur, yang lainnya Tebuireng,
Tambakberas, dan Denanyar. Empat institusi ini sering menjadi laporan pokok
media massa yang berusaha untuk menginformasikan kepada publik yang haus akan
informasi atas berbagai aktivitasnya. Ini tidak lain adalah satu indikasi
bagaimana Islam tradisional, terutama di Jawa Timur, dan di Indonesia pada umumnya,
masih menjadi sebuah fenomena yang penting. Ini tidak untuk menyiratkan,
bagaimanapun, bahwa mereka adalah seragam dalam kaitannya dengan karakter
ataukeanggotaan politik.
Pendiri pesantren Darul Ulum
adalah Kiai Tamim Irsyad, ayah Kiai Romly. Aslinya dari Madura, Kiai Tamim
mulai dengan membangunn mushalla untuk shalat pada tahun 1880. Segera setelah
itu, seorang kiai muda Demak, Kholil, datang untuk mengajar disana dan menikahi
putri kiai Tamim. Saudara kiai Kholil, kiai Syafawi, juga bergabung dengan mereka
untuk mengabdi di pesantren itu.pada tahun 1904, kiai Syafawi meninggal,
seperti halnya kiai Tamim sepuluh tahun kemudian. Kemudian kiai Kholil dan
iparnya, kiai Romly, melanjutkan para para pendiri tahun 1938. Para putra kiai
Kholil, kiai Dahlan dan kiai Maksum yang kembali dari studi mereka di Mekkah
yang memutuskan untuk menegaskan dan memajukan kembali pesantren Darul Ulum,
untuk menghormati almamater mereka sebelumnya di Mekkah. Sebagai tambahan
terhadap sistem tradisional, pesantren Darul Ulum mulai untuk mennerapkan
sistem madrasah pada tahun 1933 dan tahun 1948, dimulai penerimaan santri
putri, yangpda akhirnya didirkanlah Madrasah Mu’allimattahun 1954. Mulai saat
itu, Darul Ulum memulai menetapkan berbagai pendidikan dasar dan sekolah menengah,
semuanya nergabung pada Departemen Pendidikan dan Departemen Agama Republik
Indonesia. Setelah sukses mendirikan universitas juga, pesantren melanjutkan
untuk mengoperasikan pengajian (lingkaran religius) dan mempunyai kurikulum sendiri berdasarkan pada
teks Islam.
3. KH.
A. ShohibulwafaTajul ‘Arifin dan Pengambangan Pondok Pesantren Suryalaya,
Tasikmalaya, jawa Barat (Abah Anom)
Ajaran tarekat qadiriyyah
nsqsyabandiyyah (TQN) di Suryalaya dikembangkan oleh dua tokoh utama yaitu Abah
Sepuh, dua penerus beliau yakni putranya sendiri, KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul
‘Arifin (Abah Anom). Abah sepuh menjelaskan ajaran TQN melalui ceramah-ceramah
beliau di masjid-masjid dan pertemuan-pertemuan nonformal dirumah
murid-muridnya. Jadi jelaslah bahwa ajara TQN belum tertulis dengan rinci pada
masa tersebut. Sementara itu, pada zaman Abah Anom ajaran TQN mulai ditulas dan
kemudian dicetak dalam kita yang berjudul Miftah al-Sudur. Menurut Abah Anom
tujuan dari kitab ini adalahuntuk menyamoaikan kepada murid-muridnya tentang
teori dan praktik ajaran TQN, untuk mencapai ketenangan dalam kehidupan didunia
dan kebahagiaan nanti di akhirat.
Gelar Abah Anom adalah dari
bahasa Sunda yang berarti bapak/kyai muda dianugerahkan kepada beliau ketika
masih muda. Beliau lahir pada tanggal 1 januari 1915 di Suryalaya, Jawa Barat,
putra kelima dari Abah Sepuh, ibunya bernama Hj. Juhriyah. Menurut saudara
perempuan beliau, Didah, Abah Anom punya nama lain yaitu Mumum Zakarmudji
(H.Shohib), sebagaimana dia tuliskan dalam tulisannya tentang biografi
ayahhandanya, Abah Sepuh. Abah Anom masuk sekolah dasar Belanda di Ciamis
antara tahun 1923-1929, kemudian
meneruskan ke sekolah menengah di Ciawi, Tasikmalaya (1929-1931). Pada usia 18
tahun beliau sudah menjdi wakil talqin, mewakili ayahnya untuk membai’at mereka
yang masuk TQN. Kemudian Abah Anom belajar bermacam-macam ilmu agama Islam
dibeberapa pesantren di jawa Barat seperti Cicariang, kemudian di pesantren
Gentur dan Jambudipa (Kabupaten Cianjur), lalu dipesantren Cireungas, Cimalati
(Kabupaten Sukabumi). Tempat beliau belajar ilmu hikmah dan tarekat, dan seni
beladiri silat. Abah Anom juga melakukan latihan spiritual (riyaadah) dibawah
bimbingan ayahnya sendiri, Abah Sepuh.
Abah Anom sering mengunjungi atau
berziarah ke makam wali pada waktu belajar dipesantren Kaliwungu, Kendal, Jawa
Tengah. Beliau pergi ke Bangkalan, ditemani kakaknya H. A. Dahlan dari wakil
Abah Sepuh lainnya, yaitu KH. Paqih dari Talaga Majalengka. Abah Anom menikah
dengan etnis Ru’yanah pada tahun 1938 pada usia duapuluh tiga tahun. Pada tahun
yang sama beliau pergi ke Mekkah ditemani oleh keponakannya, Simri Hasanuddin
dan tinggal di Mekkah selama tujuh bulan untuk belajar. Beliau belajar tasawuf
dan tarekat dengan Syekh Romly dari Garut, wakil Abah Sepuh yang tinggal di
Jabal Qubesy, dekat Mekkah. Sepulangnya dari Mekkah pada tahun 1939, belliau
membantu ayahnya mengajar pesantren Suryalayadan kemudian membantunhya dalam
perang kemerdekaan (1945-1949). Pada tahunn 1953 beliau ditunjuk untuk memimpin
pesanren Suryalaya dan bertindak mewaili Abah Sepuh.
Selama tahun 1953-1962, Abah Anom
aktif menolong tentara Indonesia melawan dan melawan oembeontakkan
Kartosuwiryo. Selama tahun 1962-1995, beliau membantu pemerintah didaerah
Suryalaya dalam hal pertanian, pendidikan, lingkungan, sosial, kesehatan,
koperasi, dan politik. Beliau banyak menerima penghargaan dari pemerintah
seperti Sataya Lencana Bhakti Sosial(Penghargaan Indonesia untuk Dedikasi
Sosial) dan Kalpataru(sebuah penghargaan yang diberikan bagi merekayang berjasa
untuk pelestarian lingkungan), dan lain-lain.
Abah Anom juga berhasil
menyebarkan TQN di Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand. Dan
sejak tahun 1980beliau telah membangun dua puluh dua pondok Inabah untuk penanggulangan korban
penyalah guna obat dan narkotika, dari selama lebih dari dua puluh tahun Inabah
ini telah menyembuhkan 9.000 anak muda yang kecanduan obat terarang tersebut.
Padahal Inabah sendiri juga didirikan di Singapura dan Malaysia.
Dari perkawinannnya sengan ibu
Euis Ru’yanahbeliau mempunyai tiga belas putra dan puteri: Dudun Nursaidudin,
Aos Husni Falah, Nonong, Didin Hidir Arifin, Noneng Hesyati, Endang Ja’far
Sidik, Otin Khadijah, Kankan Zulkarnaen, Memen Ruhimat, Ati Unsuryati, Ane
Utiya Rohyane, Baban Ahmad Jihad, dan Nur Iryanti, melalui istrinya yang kedua,
Yoyoh Sofiah, beliau mendapat seorang putra bernama Ahmad Masykur Firdaus,
lahir tahun 1986.
Suksesi yang diterima Abah Anom
pada tahun 1956 berjalan dengan mulus. Beliau telah dipersiapkan dengan
hati-hati oleh ayahhandanya selama bertahun-tahun. Ketika hampir baliau
menduduki kedudukan tersebut, Suryalaya dalam keadaan yang kurang aman karena
serangan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia), gerakan yang dipimpin
oleh Kartosuwiryo. Kejadian ini hampir memakan waktu selama dua belas tahun
(1950-1962), secara khusus berbahaya karena kartosuwiryo tau bahwa Abah Anom
dan kakaknya H. A. Dahlan (Kepala Kampung Tanjung Kerta), melawan gerakan
DI/TII yang masih hidup adalah H. Dudun Nursaidudin (putra Abah Anom). Pada
tahun 1962 Abah Anom menerima sebuah penghargaan lain dipersembahkan kepada
beliau pada tahun 1961 oleh Gubernur Jawa Barat, Mashudi untuk karya pionirnya
dalam penggunaan teknologi pertanian.
Pada tahun 1962-1966, Suryalaya
menerima tamu-tamu dari banyak pejabat tinggi, intelektual, dan tokoh-tokoh
publik. Mereka menunjukkan penghormatan kepada Abah Anom atas kesuksesannya ,
walaupun beliau menghadapi banyak tantangan dan kesulitan, dan juga tentang
macam-macam tanda kemajuan yang berhubungan dengan perubahan situasi negara.
Pada tahun 1961 pesantren Suryalaya telah membentuk sebuah yayasan yang bernama
yayasan Serab Bhakti untuk memacu terus kemajuan masa depan. Pendirian yayasan
Serba Bhkati sebenarnya memenuhi sebuah saran yang disampaikan oleh H. Sewaka,
yang menjadi Gubernur Jawa Barat selama tahun 1947-1952, dan sebagai menteri
pertahanan pada tahun 1952-1953, yang juga adalah seorang ikhwan TQN.Yayasan
Serba Bhakti pondok pesantren Suryalaya telah memainkan peran yang sangat
pentingdalam memajukan pendidikan, politik, sosial, dan ekonomi daerah. Yayasan
memajukan usaha-usaha yang telah dirintis pesantren dibidang-bidang tersebut,
dan juga merefleksikan kepribadian Abah Anom, seorang pemimpn yang mempunyai
wawasan intelektual yang luas, pengetahuan yang banyak dan ketaqwaan yang
mendalam. Beliau juga mengalami banyak kesulitan dalam kehidupannya. Tetapi, ia
sangat sabar, berani, dan rendah hati. Beliau dikenal konsisten dan setia
terhadap ajaran Abah Sepuh dan juga sebagai seorang pemimpin yang suka bekerja
keras.
DAFTAR PUSTAKA
Shadiqin, Sehat Ihsan. Tasawuf Aceh, Banda Aceh: Bandar
Publishing, 2008.
Alwi Shihab, Dr., Antara Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi
Akar Tasawuf di Indonesia, Depok: Pustaka IIMaN, 2009.
Wahyudi, Agus. Makrifat Jawa Makna Hidup Sejati Syekh Siti
Jenar dan Wali Songo, Yogyakarta: Pustaka Marwa (Anggota IKAPI), 2004.
Mulyati, Sri, Dr., Tasawuf Nusantara Rangkaian Mutiara Sufi
Terkemuka, Jakarta: Kenacana, 2006.
Toriquddin, Mohamad. Sekularitas Tasawuf Membumikan Tasawuf
dalam Dunia Modern, Malang: UIN-Malang Press, 2006.
K.H. Sholikhin, Muhammad. Tradisi Sufi dari Nabi, Tasawuf
Aplikatif Ajaran Nabi Muhammad SAW, Yogyakarta: Cakrawala, 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar