Senin, 18 Januari 2016

Tokoh-Tokoh Tasawuf Pulau Jawa



                                        Tokoh-Tokoh Tasawuf Pulau Jawa


1.  Wali Songo
Kita ketahui bahwa sebagian ahli sejarah berkata bahwa agama islam masuk ke Indonesia tidak langsung dari tanah Arab tetapi melalui negeri Persia dan India, dibawa kemari oleh pedagang atau oleh mereka yang memang khusus datang untuk menyiarkan agama islam. Jika kita memperhatika, bahwa agama Islam masuk ke Indonesia sekitar abad keempat dan kelima Hijriyah, maka paham-paham sufi dan tasawuf yang sedang tersiar luasdan mendapat perhatian umum dalam negara-negara Islam ketika  itu.
Oleh karena itu, sejak saat itu sebenarnya sudah terdapat pertentangan paham gerakan ilmu lahir dan ilmu batin, golongan yang dinamakan syariat dan golongan yang dinamakan hakikat. Terutama di Jawa oleh wali songo itu, sangat mempengaruhi kehidupan Islam di Jawa, dan sampai sekarang masih kelihatan gemanya dalam gerakan-gerakan batin yang tumbuh dibeberapa tempat.
Mungkin kita perlu mengetahui serba sedikit, baik rentang kehidupan maupun ajaran ajaran-ajaran wali songo di Jawa, sebelum kita memasuki pembicaraan khusus mengenai tokoh-tokoh tasawuf yang ada di Indonesia. Karena dari merekalah ajaran agama Islam maupun tasawuf mulai tersiar dikalangan rakyat di Jawa Timur, yang mula-mula hanya terdapat di kota-kota pelabuhan atau pantai, tetapi tidak lama kemudian penyiaran itu sambung-menyambung sampai ke daerah-daerah di pulau Jawa.
Disinilah mulai terlihat bagaimana bijaksananya mubaligh-mubaligh dalam masa permulaan Islam di Jawa hingga penyebaran ajaran tasawuf di kalangan rakyat Jawa yang dalam segala usahanya disesuaikan dengan perasaan dan cara hidup orang-orang yang ada pada waktu itu. Mungkin sebagian orang masih ada yang berani mengambil kesimpulan bahwa taktik inilah yang menyebabkan bangunan-bangunan masjid masih disesuaikan dengan rumah-rumah peribadatan Buddha, seperti yang sisanya sekarang masih terdapat di Kudus, cerita-cerita Islam yang masuk ke dalam wayang begitu juga pengaruh Islam maupun ajaran tasawuf dalam kesenian, seperti dalam gamelan dan lainnya, yang agaknya sengaja diciptakan oleh wali songo, agar tidak begitu kaget penguasa-penguasa Hindu melihatnya dan rakyat umum menerimanya. Oleh karena itu sampai sekarang kebijaksanaan para wali itu menjadi buah bibir dari rakyat Jawa.
Wali-wali itu dianggap sebagai orang yang mula-mula menyiarkan agama islam di jawa dan biasa dinamakan wali Sembilan atau wali songo. Kebanyakan para wali itu datangnya dari negeri asing, dari sebelah barat, dari negeri atas angin, dari sumatera, bahkan lebih jauh lagi, acap kali juga asal-usulnya tidak diketahui orang. Bahwa mereka dengan tiba-tiba telah ada ditanah jawa ditengah-tengah rakyat, dengan cara yang aneh, adalah hal-hal yang acap kali di ceritakan dengan cara yang lebih menarik dan mengagumkan. Umumnya orang kita lebih tertarik mendengar hal-hal yang ajaib dari seorang asing dari pada mendengar cerita itu dari bangsa sendiri yang biasanya mengemukakan keadaan-keadaan yang lama, yang umumnya sudah didengarnya berulang-ulang.
Dapat diduga bahwa wali-wali itu dalam menyiarkan agamanya tidaklah berupa pidato atau ceramah didepan umum seperti yang berlaku dengan penyiaran agama sekarang ini, tetapi dalam kumpulan-kumpulan yang terbatas, bahkan kebanyakan secara rahasia, dibawah empat mata, yang kemudian diteruskan dari mulut kemulut. Ketika pengikutnya mulai bertambah banyak, maka terjadilah tabligh-tabligh itu diadakan di dalam rumah-rumah, yang biasa dinamakan madrasah atau pondok. Pendidikan atau cara memberi pengajaran semacam ini pada waktu itu sudah tidak asing lagi, karena dalam masa itu disana-sini sudah terdapat juga mandala-mandala hindu-jawa, denga lanjutannya yang kemudian dinamakan pesantren, yaitu tempat berkumpul santri-santri yang belajar agama islam.





2.  ‘Abd Al-Karim Banten
Diantara murid-murid Syekh Sambas yang paling berpengaruh adalah Abdul Al-Karim Banten, yang ditunjuk oleh Syekh Sambas sebagai penggantinya. Dilahirkan pada tahun 1840, beliau dibesarkan di desa lampuyang di daerah tanara, jawa barat, daerah yang sama yang melahirkan seorang alim pula yaitu Nawawi Al-Banteni. Ia pergi ke mekah ketika masih muda, dan mempunyai kesempatan belajar disana dan mengabdi dirumah Syekh Sambas. Setelah beberapa tahun, ia menerima sebuah ijazah berkenaan dengan keanggotaan penuh didalam tarekat gurunya. Abd. Al-Karim, sejak awal mudanya, telah mengikuti ajaran Syekh Sambas dan mencapai reputasinya sebagai ulama tasawuf. Tugas pertamanya adalah menjadi pelayan seorang guru tarekat di Singapura, sebuah posisi yang dilakoni beberapa tahun. Pada tahun 1872, ia pulang kerumahnya, desa lampuyang, dan menetap disana untuk sekitar 3 tahun. Yang akhirnya, pada tahun 1876, ia pergi ke mekah untuk melaksanakan tugasnya sebagai pengganti Syekh Sambas. Terdapat 5 cabang tarekat qodiriyyah wanaksabandiyah di pulau jawa yang silsilah mereka kembali kebeliau.
Khotbah haji Abdul Al-Karim mempunyai pengaruh yang kuat terhadap warga populasi banten. Beliau mengatakan bahwa ada suatu kebutuhan untuk pemurnian yang intensif tentang kepercayaan-kepercayaan dan praktik-praktik keagamaan. Baginya, dzikir harus menjadi fokus dalam revitalitas iman. Dibanyak tempat, dzikir banyak dilakukan didalam masjid-masjid, dan di langgar-langgar, ketika ada peristiwa khusus, diadakan dzikir malam hari. Masyarakat percaya bahwa beliau adalah wali Allah yang teleh diwarisi kemuliaan tertentu, mempunyai kekuasaan untuk melakukan keajaiban (keramat). Dikemudian hari, beliau menjadi kyai yang lebih dikenal sebagai kyai agung. Diantara murid-muridnya yang terkenal adalah H. Sangadeli Kaloran, H. Asnawi Bendung Lampuyang, H. Abu Bakar Pontang, H. Tubagus Ismail, Gulatjir, dan H. Mardzuki Tanara. Dari nama-nama diatas, yang paling berpengaruh adalah nama yang terakhir, H. Mardziki (Marzuki). Dilahirkan di tanara, abnten timur, jawa barat tahun 1820, beliau pergi ke mekah untuk pertama kali pada tahun 1858, dan belajar dengan guru yang sama seperti yang telah dilakukan Nawawi Al-Banteni. Beliau manjadi seorang qadiri disana, melalui Syekh Abdul Al-karim Banten. Ia mengajar  nahwu dan sarraf (sitaksis dan tata bahas arab) dan juga fiqih di mekah. Di kota asalnya tanara, ia mendirikan sebuah sekolah tradisional islam (pesantren). Ia menempuh perjalanan secara ekstensif ke asia tenggara, Malaysia, dan sematera ia diterima dengan baik oleh sultan Deli disiam seperti halnya di bali. Dari februari 1870 sampai juni 1888, beliau mengajar di tanara dan mengunjungi ulama-ulama dan anggota-anggota qadiriyah disana. 2 ulama penting banten, Wasid dan Tubagus Ismail, sering merundingkan dengan dia permasalahan dan isu religious yang timbul dari kolonialisme.


3. Syekh Muslih ‘Abd al-Rahman
Kyai Muslih Ibn ‘Abd al-Rahman al-Maraqi (1917-1981), pendiri TQN cabang meranggen, dilahirkan didwsa meranggen, di semarang timur utara (jawa tengah). Beliau menerima pendidikan agama awalnya dir rumah, karena bapaknya kyai Abd. Al-Rahmad menjalankan sebuah pesantren modern yang ia telah dirikan sendiri di tahun 1905, dan beliau adalah seorang keturunan sunan kalijaga. Fokus utama studi kyai Muslih adalah pada tata bahasa tradisional (nahwe), ilmu pokok yang ia ajarkan bersamaan dengan fiqih di [esantren bapaknya di meranggen, pada tahun 1960-an dan 1970-an, beliau meimimpin jaringan tarekat yang paling tersebar luas di jawa tengah, seperti di Kalimantan barat dan Kalimantan selatan.
Sebagian dari teman-teman seperjuangannya, yang mempunyai jaringan yang serupa dengan tarekat yang sama berasal dari garis Syekh Sambas, adalah kyai Musta’in Romli Rejoso (Jombang, Jawa timur dan KH. Sohibul Wafa Tajul Arifin Suryalaya, Tasik Malaya, jawa barat.
Sekarang, pondok pesantrennya, podok pesantren Al-Futuhiyah Meranggen dijalankan oleh keluarganya sendiri, terutama oleh 2 putra Kyai Muslih, Kyai Lutfi Hakim, dan Kyai Muhammad Hanif. Perihal kepemimpinan ini diamanatkan kepada Kyai Lutfi Hakim saudara Kyai Muslih, walaupun Kyai Ahmad Mutohhar juga bertindak sebagai seorang mursyid. Tareka mempunyai banyak khalifah, sebagian dari mereka tentu saja masih ada hubungan kuluarga, dan ada juga yang bukan.
Selain itu untuk mengoprasikan suatu sistem pendidikan tradisional, pondok pesantren futuhiyah telah menerapkan sebuah system madrasah dalam wujud Ibtidaiyyah (sekolah dasar islam), Tsanawiyyah (Sekolah menengah pertama islam) dan madrasah ‘Aliyah (sekolah menengah lanjutan islam), dan juga ad ataman kanak-kanak, sekolah menengah pertama dan sekolah menegah lanjutan.

4.  KH. Romli Tamim dan Pesantren Darul ‘Ulum Jombang Jawa Timur
Nama kiai Romly Tamim merupakan nama paling lekat hubungannya dengan pondok pesantren Darul Ulum. Pesantren ini diantara yang paling terkenal diJombang, Jawa Timur, yang lainnya Tebuireng, Tambakberas, dan Denanyar. Empat institusi ini sering menjadi laporan pokok media massa yang berusaha untuk menginformasikan kepada publik yang haus akan informasi atas berbagai aktivitasnya. Ini tidak lain adalah satu indikasi bagaimana Islam tradisional, terutama di Jawa Timur, dan di Indonesia pada umumnya, masih menjadi sebuah fenomena yang penting. Ini tidak untuk menyiratkan, bagaimanapun, bahwa mereka adalah seragam dalam kaitannya dengan karakter ataukeanggotaan politik.
Pendiri pesantren Darul Ulum adalah Kiai Tamim Irsyad, ayah Kiai Romly. Aslinya dari Madura, Kiai Tamim mulai dengan membangunn mushalla untuk shalat pada tahun 1880. Segera setelah itu, seorang kiai muda Demak, Kholil, datang untuk mengajar disana dan menikahi putri kiai Tamim. Saudara kiai Kholil, kiai Syafawi, juga bergabung dengan mereka untuk mengabdi di pesantren itu.pada tahun 1904, kiai Syafawi meninggal, seperti halnya kiai Tamim sepuluh tahun kemudian. Kemudian kiai Kholil dan iparnya, kiai Romly, melanjutkan para para pendiri tahun 1938. Para putra kiai Kholil, kiai Dahlan dan kiai Maksum yang kembali dari studi mereka di Mekkah yang memutuskan untuk menegaskan dan memajukan kembali pesantren Darul Ulum, untuk menghormati almamater mereka sebelumnya di Mekkah. Sebagai tambahan terhadap sistem tradisional, pesantren Darul Ulum mulai untuk mennerapkan sistem madrasah pada tahun 1933 dan tahun 1948, dimulai penerimaan santri putri, yangpda akhirnya didirkanlah Madrasah Mu’allimattahun 1954. Mulai saat itu, Darul Ulum memulai menetapkan berbagai pendidikan dasar dan sekolah menengah, semuanya nergabung pada Departemen Pendidikan dan Departemen Agama Republik Indonesia. Setelah sukses mendirikan universitas juga, pesantren melanjutkan untuk mengoperasikan pengajian (lingkaran religius) dan  mempunyai kurikulum sendiri berdasarkan pada teks Islam.



3.      KH. A. ShohibulwafaTajul ‘Arifin dan Pengambangan Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya, jawa Barat (Abah Anom)
Ajaran tarekat qadiriyyah nsqsyabandiyyah (TQN) di Suryalaya dikembangkan oleh dua tokoh utama yaitu Abah Sepuh, dua penerus beliau yakni putranya sendiri, KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin (Abah Anom). Abah sepuh menjelaskan ajaran TQN melalui ceramah-ceramah beliau di masjid-masjid dan pertemuan-pertemuan nonformal dirumah murid-muridnya. Jadi jelaslah bahwa ajara TQN belum tertulis dengan rinci pada masa tersebut. Sementara itu, pada zaman Abah Anom ajaran TQN mulai ditulas dan kemudian dicetak dalam kita yang berjudul Miftah al-Sudur. Menurut Abah Anom tujuan dari kitab ini adalahuntuk menyamoaikan kepada murid-muridnya tentang teori dan praktik ajaran TQN, untuk mencapai ketenangan dalam kehidupan didunia dan kebahagiaan nanti di akhirat.
Gelar Abah Anom adalah dari bahasa Sunda yang berarti bapak/kyai muda dianugerahkan kepada beliau ketika masih muda. Beliau lahir pada tanggal 1 januari 1915 di Suryalaya, Jawa Barat, putra kelima dari Abah Sepuh, ibunya bernama Hj. Juhriyah. Menurut saudara perempuan beliau, Didah, Abah Anom punya nama lain yaitu Mumum Zakarmudji (H.Shohib), sebagaimana dia tuliskan dalam tulisannya tentang biografi ayahhandanya, Abah Sepuh. Abah Anom masuk sekolah dasar Belanda di Ciamis antara tahun   1923-1929, kemudian meneruskan ke sekolah menengah di Ciawi, Tasikmalaya (1929-1931). Pada usia 18 tahun beliau sudah menjdi wakil talqin, mewakili ayahnya untuk membai’at mereka yang masuk TQN. Kemudian Abah Anom belajar bermacam-macam ilmu agama Islam dibeberapa pesantren di jawa Barat seperti Cicariang, kemudian di pesantren Gentur dan Jambudipa (Kabupaten Cianjur), lalu dipesantren Cireungas, Cimalati (Kabupaten Sukabumi). Tempat beliau belajar ilmu hikmah dan tarekat, dan seni beladiri silat. Abah Anom juga melakukan latihan spiritual (riyaadah) dibawah bimbingan ayahnya sendiri, Abah Sepuh.
Abah Anom sering mengunjungi atau berziarah ke makam wali pada waktu belajar dipesantren Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah. Beliau pergi ke Bangkalan, ditemani kakaknya H. A. Dahlan dari wakil Abah Sepuh lainnya, yaitu KH. Paqih dari Talaga Majalengka. Abah Anom menikah dengan etnis Ru’yanah pada tahun 1938 pada usia duapuluh tiga tahun. Pada tahun yang sama beliau pergi ke Mekkah ditemani oleh keponakannya, Simri Hasanuddin dan tinggal di Mekkah selama tujuh bulan untuk belajar. Beliau belajar tasawuf dan tarekat dengan Syekh Romly dari Garut, wakil Abah Sepuh yang tinggal di Jabal Qubesy, dekat Mekkah. Sepulangnya dari Mekkah pada tahun 1939, belliau membantu ayahnya mengajar pesantren Suryalayadan kemudian membantunhya dalam perang kemerdekaan (1945-1949). Pada tahunn 1953 beliau ditunjuk untuk memimpin pesanren Suryalaya dan bertindak mewaili Abah Sepuh.
Selama tahun 1953-1962, Abah Anom aktif menolong tentara Indonesia melawan dan melawan oembeontakkan Kartosuwiryo. Selama tahun 1962-1995, beliau membantu pemerintah didaerah Suryalaya dalam hal pertanian, pendidikan, lingkungan, sosial, kesehatan, koperasi, dan politik. Beliau banyak menerima penghargaan dari pemerintah seperti Sataya Lencana Bhakti Sosial(Penghargaan Indonesia untuk Dedikasi Sosial) dan Kalpataru(sebuah penghargaan yang diberikan bagi merekayang berjasa untuk pelestarian lingkungan), dan lain-lain.
Abah Anom juga berhasil menyebarkan TQN di Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand. Dan sejak tahun 1980beliau telah membangun dua puluh  dua pondok Inabah untuk penanggulangan korban penyalah guna obat dan narkotika, dari selama lebih dari dua puluh tahun Inabah ini telah menyembuhkan 9.000 anak muda yang kecanduan obat terarang tersebut. Padahal Inabah sendiri juga didirikan di Singapura dan Malaysia.
Dari perkawinannnya sengan ibu Euis Ru’yanahbeliau mempunyai tiga belas putra dan puteri: Dudun Nursaidudin, Aos Husni Falah, Nonong, Didin Hidir Arifin, Noneng Hesyati, Endang Ja’far Sidik, Otin Khadijah, Kankan Zulkarnaen, Memen Ruhimat, Ati Unsuryati, Ane Utiya Rohyane, Baban Ahmad Jihad, dan Nur Iryanti, melalui istrinya yang kedua, Yoyoh Sofiah, beliau mendapat seorang putra bernama Ahmad Masykur Firdaus, lahir tahun 1986.
Suksesi yang diterima Abah Anom pada tahun 1956 berjalan dengan mulus. Beliau telah dipersiapkan dengan hati-hati oleh ayahhandanya selama bertahun-tahun. Ketika hampir baliau menduduki kedudukan tersebut, Suryalaya dalam keadaan yang kurang aman karena serangan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia), gerakan yang dipimpin oleh Kartosuwiryo. Kejadian ini hampir memakan waktu selama dua belas tahun (1950-1962), secara khusus berbahaya karena kartosuwiryo tau bahwa Abah Anom dan kakaknya H. A. Dahlan (Kepala Kampung Tanjung Kerta), melawan gerakan DI/TII yang masih hidup adalah H. Dudun Nursaidudin (putra Abah Anom). Pada tahun 1962 Abah Anom menerima sebuah penghargaan lain dipersembahkan kepada beliau pada tahun 1961 oleh Gubernur Jawa Barat, Mashudi untuk karya pionirnya dalam penggunaan teknologi pertanian.
Pada tahun 1962-1966, Suryalaya menerima tamu-tamu dari banyak pejabat tinggi, intelektual, dan tokoh-tokoh publik. Mereka menunjukkan penghormatan kepada Abah Anom atas kesuksesannya , walaupun beliau menghadapi banyak tantangan dan kesulitan, dan juga tentang macam-macam tanda kemajuan yang berhubungan dengan perubahan situasi negara. Pada tahun 1961 pesantren Suryalaya telah membentuk sebuah yayasan yang bernama yayasan Serab Bhakti untuk memacu terus kemajuan masa depan. Pendirian yayasan Serba Bhkati sebenarnya memenuhi sebuah saran yang disampaikan oleh H. Sewaka, yang menjadi Gubernur Jawa Barat selama tahun 1947-1952, dan sebagai menteri pertahanan pada tahun 1952-1953, yang juga adalah seorang ikhwan TQN.Yayasan Serba Bhakti pondok pesantren Suryalaya telah memainkan peran yang sangat pentingdalam memajukan pendidikan, politik, sosial, dan ekonomi daerah. Yayasan memajukan usaha-usaha yang telah dirintis pesantren dibidang-bidang tersebut, dan juga merefleksikan kepribadian Abah Anom, seorang pemimpn yang mempunyai wawasan intelektual yang luas, pengetahuan yang banyak dan ketaqwaan yang mendalam. Beliau juga mengalami banyak kesulitan dalam kehidupannya. Tetapi, ia sangat sabar, berani, dan rendah hati. Beliau dikenal konsisten dan setia terhadap ajaran Abah Sepuh dan juga sebagai seorang pemimpin yang suka bekerja keras.





DAFTAR PUSTAKA

Shadiqin, Sehat Ihsan. Tasawuf Aceh, Banda Aceh: Bandar Publishing, 2008.
Alwi Shihab, Dr., Antara Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi Akar Tasawuf di Indonesia, Depok: Pustaka IIMaN, 2009.
Wahyudi, Agus. Makrifat Jawa Makna Hidup Sejati Syekh Siti Jenar dan Wali Songo, Yogyakarta: Pustaka Marwa (Anggota IKAPI), 2004.
Mulyati, Sri, Dr., Tasawuf Nusantara Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka, Jakarta: Kenacana, 2006.
Toriquddin, Mohamad. Sekularitas Tasawuf Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern, Malang: UIN-Malang Press, 2006.
K.H. Sholikhin, Muhammad. Tradisi Sufi dari Nabi, Tasawuf Aplikatif Ajaran Nabi Muhammad SAW, Yogyakarta: Cakrawala, 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar